Analis Pasar Mata Uang: Pelemahan Rupiah Disebabkan oleh Penguatan Dolar AS

dollar

Tajuk.co, JAKARTA — Lukman Leong, seorang analis pasar mata uang, menjelaskan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terutama dipicu oleh penguatan dolar Amerika Serikat (AS), yang dipengaruhi oleh ekspektasi menjelang rilis data penjualan ritel AS yang diperkirakan akan tumbuh sebesar 0,4 persen.

Tidak hanya itu, Lukman juga menunjuk pada data ekonomi terbaru dari China yang jauh lebih lemah dari perkiraan. “Data dari China menunjukkan bahwa produksi industri naik sebesar 3,7 persen, sedangkan perkiraan sebelumnya adalah 4,4 persen, dan penjualan ritel naik 2,5 persen, sementara perkiraan sebelumnya adalah 4,5 persen,” kata Lukman di Jakarta pada Selasa, 15 Agustus 2023.

Lukman menambahkan bahwa investor juga tengah menantikan data perdagangan Indonesia yang akan dirilis pada siang hari, yang diperkirakan akan kembali menunjukkan penurunan dalam ekspor dan impor. Jika data perdagangan Indonesia lebih baik dari perkiraan, kemungkinan dapat membantu menahan pelemahan nilai tukar rupiah. Namun, dalam jangka waktu saat ini, rupiah masih diprediksi akan mengalami pelemahan.

“Selain itu, rupiah juga akan mendapat dukungan dari intervensi yang aktif dari Bank Indonesia,” tambah Lukman.

Pada Selasa pagi, kurs rupiah yang diperdagangkan antarbank di Jakarta mengalami pelemahan sebesar 0,27 persen atau 42 poin menjadi Rp 15.356 per dolar AS, turun dari posisi sebelumnya di Rp 15.314 per dolar AS.

Dolar AS menguat terhadap sejumlah mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Senin. Imbal hasil obligasi pemerintah AS yang lebih tinggi mendorong kenaikan nilai dolar Amerika, sementara investor mencari tempat yang aman di tengah kekhawatiran terhadap ekonomi China.

Indeks dolar, yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama lainnya, naik sebesar 0,34 persen menjadi 103,1898 pada akhir perdagangan, mencapai level tertinggi dalam lebih dari sebulan. Para analis menyebutkan bahwa investor mencari dolar sebagai tempat berlindung dari ketidakpastian terhadap kesehatan ekonomi global, terutama di China. Imbal hasil obligasi pemerintah AS dengan tenor 10-tahun mendekati 4,20 persen pada Senin, 14 Agustus 2023, mencapai level tertinggi sejak November 2022, yang memberi dukungan pada penguatan dolar.

“Kita melihat banyak pedagang yang fokus pada China,” ujar Edward Moya, Analis Pasar Senior di OANDA, seperti yang dikutip oleh Reuters.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *